Oleh: Meynia - Sekretaris Asosiasi Guru Penulis (AGP) PB PGRI
Jika sampah sudah menggunung, siapakah penyebabnya dan bagaimanakah solusinya?
Senin, 28 September 2020. Hari itu saya telah berkesempatan untuk belajar bersama Mbah Imam (Imam Sutopo) dari Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Kabupaten Tangerang, untuk menghadiri sosialisasi Program Kurassaki di SDN Kayu Bongkok 2, Kecamatan Sepatan, Kab. Tangerang. Beliau adalah seorang konseptor program Sanisek dan Kurassaki.
KURASSAKI adalah Kurangi Sampah Sekolah Kita.
Diinisiasi oleh POKJA Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kabupaten Tangerang dengan melibatkan Fasilitator dan guru sebagai Mentor di dalamnya.
Tujuan KURASSAKI adalah
1. Mengurangi timbulan sampah di Kabupaten Tangerang.
2. Membiasakan siswa/siswi untuk membawa tempat bekal minum dan makanannya ke sekolah.
3. Membudayakan hidup bersih dan sehat tanpa sampah dan makan makanan yang bergizi.
Target atau sasaran KURASSAKI adalah Seluruh sekolah tingkat SD dan SMP yang berada di Kabupaten Tangerang.
Mengapa Kurassaki?.
Dalam upaya pembentukan karakter seluruh warga sekolah, mewujudkan kebersihan di lingkungan sekolah serta pengurangan timbulan sampah secara signifikan di lingkungan sekolah
Di sekolah-sekolah sering kali kita temui poster bertuliskan "Buanglah Sampah pada Tempatnya." Guru menyiapkan tempat sampah di setiap kelas, agar sampah itu tidak berserakan.
Setiap hari semua anak dengan tertib membuang bekas bungkus makanannya ke tempat sampah. Setiap hari pula tempat sampah itu pun penuh dengan sampah. Lalu sekolah mengangkutnya dengan gerobak sampah dan mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar gerobak pengangkut sampah tersebut.
Apakah sekolah sudah menjadi salah satu penyebab menggunungnya sampah di TPA, selain sampah dari rumah tangga?. Adakah yang salah selama ini?.
Menurut Mbah Imam, jika guru menyiapkan tempat sampah di depan kelas, sebaiknya memberikan 3 kalimat pilihan pernyataan:
1. "Ayo nak...Buanglah Sampah pada tempatnya!"
2. "Nak... Buanglah sampah di tempat yang Ibu/Bapak sediakan!"
3. "Ayo nak... siapa yang mau membuang atau menimbulkan masalah?, ini ibu/bapak guru sediakan, ya!"
Apabila mereka diberi pilihan seperti itu, apakah kira-kira yang akan terjadi?
Bagi mereka yang cerdas pasti akan berpikir, setelah mendengar atau membaca opsih ke-tiga. "Oh ya... kalau begitu, selama ini akulah yang telah menimbulkan masalah sampah." Akhirnya pasti tidak jadi membuang sampah.
Lalu jika sampah itu tidak dibuang, kalau mereka jajan, di kemanakankah bungkus makanannya?.
Inilah salah satu solusinya.
Pertama, sekolah menghimbau agar seluruh warga sekolah untuk membawa bekal dan tempat makan minum sendiri dari rumah.
Guru harus komitmen mengecek setiap hari tempat makan dan minum anak.
Setiap pedagang di sekolah dilarang melayani anak yang tidak memakai tempat minum dan makan sendiri.
Kedua, sekolah tidak lagi menyediakan tempat sampah di depan-depan kelas.
Jika hal itu dilakukan dan berjalan, dapat dibayangkan, apa yang akan terjadi dengan lingkungan di sekolah kita. Adakah sampah yang berserakan?, dan adakah sampah yang numpuk di tempat sampah?
Faktanya bahwa sampah adalah masalah. Buanglah sampah pada tempatnya adalah pemicu timbulnya masalah dan gurulah yang selama ini telah memfasilitasi anak didik untuk dapat menimbulkan masalah. Menyiapkan tempat sampah sama dengan memfasilitasi timbulnya masalah.
Dengan demikian, manakah yang paling benar? Buanglah Sampah pada Tempatnya atau Buanglah Sampah dengan Tempatnya.