Guru Penggerak, Mengapa Masih Diperbincangkan?



Oleh: Dewa Sarjana

Masih adanya perbincangan hangat terkait dengan guru penggerak, pasti disatu sisi membuat beberapa teman guru penggerak merasa tidak enak.

Bahkan ada "oknum" guru penggerak sampai bermusuhan dengan seniornya ketika dia merasa direndahkan. Tapi disisi lain banyak guru penggerak yang tahu diri, masih kulo nuwun dengan seniornya.

Lantas dimana posisi dilema guru penggerak? Mari kita kulik bersama, sehingga mengurangi mis komunikasi dikalangan guru penggerak.

Salah satu latar belakang lahirnya guru penggerak kalau kita baca ulasan dari beberapa pejabat atau ahlinya adalah, adanya stagnansi ketika Kurikulum Merdeka diluncurkan. Hal ini juga disebabkan pola pelaksanaan Kurikulum Merdeka sudah diarahkan berbasis IT.

Saya sendiri mengalami ketika masih kepala sekolah. Mengajak teman guru untuk membaca, apalagi menjawab konten belajar mandiri sangat susah.

Dalam situasi kebingungan itu, pemerintah terus mengambil jalan baypass, untuk mengamputasi stagnan itu. Maka lahirlah kebijakan yang memberikan tiket bonus yang luar biasa kepada CGP yang lulus. Mereka berhak menjadi kepala sekolah bahkan pengawas.

Dimana kemudian letak kerilumologi (meminjam istlah Jaya Prana).

Saya melihatnya dari beberapa sisi.

1. Adanya ketidakadilan bagi guru senior (diatas 55 tahun), yang telah mumpuni disuatu sekolah, dan berminat jadi kepala sekolah, disalip begitu saja oleh juniornya yang punya sertifikat GP. Walaupun setelah di ajukan ke MA, pembatasan umur 55 tahun ikut CGP harus dihilangkan.

2. Regulasi awal (maaf saya lupa surat edaran) di tahun 2017, ada klausul bila GP sudah pernah menduduki jabatan tertentu. Mungkin yang dimaksudkan wakil kepala sekolah. Regulasi ini banyak yang dilabrak.

3. Keberanian "oknum", sekali lagi saya tekankan oknum GP mengambil peran sebagai kasek bahkan pengawas, dengan menepuk dada, jelas ini bukan karakter pendidik karena belajar itu sepanjang hayat dan di ALAMTAKAMBANG. artinya semua tempat, waktu, orang, dll, adalah tempat kita belajar. Jangan hanya diklat 308 jam sudah yakin punya kemampuan yang mumpuni.

Tentu masih banyak lagi fakta lapangan yang menjadi bahan perbincangan. 

Prinsipnya mari kita saling bergandengan tangan. Bagi GP yang junior karena kelebihan kemampuan IT, jangan menyombongkan diri. Belajarlah sisi sisi lain kehidupan dengan senior yang telah menikmati asam garam dalam pembelajaran. Bagi senior, mari kita sambut GP dengan lapang dada dan senang hati. Ikhlaskan kepada mereka, toh juga kita akan persiapan purna tugas.

Sekian mohon maaf bila ada salah.

Lebih baru Lebih lama